Senin, 30 Januari 2012

Kunci Pengokoh Jiwa




1. SIAP
Senantiasa menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali sehingga aku tidak boleh gagal dan sia-sia tanpa guna.

Ikhtiar yang disertai niat yang sempurna itulah tugasku, perkara apapun yang terjadi kuserahkan sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagiku.

Aku harus sadar betul bahwa yang terbaik bagiku menurutku belum tentu terbaik bagiku menurut Allah, bahkan mungkin aku terkecoh oleh keinginan harapanku sendiri.


Pengetahuanku tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan pengetahuan Allah menyelimuti segalanya. Sehingga betapapun aku sangat menginginkan sesuatu, tetapi hatiku harus kupersiapkan untuk menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku. Karena mungkin itulah yang terbaik bagiku.

2. RELA
Realitas yang terjadi yaa... inilah kenyataan dan episode hidup yang harus kujalani.

Emosional, sakit hati, dongkol, atau apapun yang membuat hatiku menjadi kecewa dan sengsara harus segera kutinggalkan karena dongkol begini, tidak dongkol juga tetap begini. Lebih baik aku menikmati apa adanya.


Lubuk hatiku harus realistis menerima kenyataan yang ada, namun tubuh dan pikiranku harus tetap bekerja keras mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.

Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. Maka yang harus kulakukan adalah mencari ayam, cakweh, kacang polong, kecap, seledri, bawang goreng dan sambal agar bubur ayam spesial tetap dapat kunikmati.

3. MUDAH
Meyakini bahwa hidup ini bagai siang dan malam yang pasti silih berganti. Tak mungkin siang terus menerus dan tak mungkin juga malam terus menerus. Pasti setiap kesenangan ada ujungnya begitupun masalah yang menimpaku pasti ada akhirnya. Aku harus sangat sabar menghadapinya.


Ujian yang diberikan oleh Allah Yang Maha Adil pasti sudah diukur dengan sangat cermat sehingga tak mungkin melampaui batas kemampuanku, karena ia tak pernah menzhalimi hamba-hamba-Nya.

Dengan pikiran buruk aku hanya semakin mempersulit dan menyengsarakan diri. Tidak, aku tidak boleh menzhalimi diiku sendiri. Pikiranku harus tetap jernih, terkendali, tenang dan proporsional. Aku tak boleh terjebak mendramatisir masalah.

Aku harus berani menghadapi persoalan demi persoalan. Tak boleh lari dari kenyataan, karena lari sama sekali tak menyelesaikan bahkan sebaliknya hanya menambah permasalahan. Semua harus tegar kuhadapi dengan baik, aku tak boleh menyerah, aku tak boleh kalah.


Harusnya segala sesuatu itu ada akhirnya. Begitu pun persoalan yang kuhadapi, seberat apapun seperti yang dijanjikan Allah “Fa innama’al usri yusran, inna ma’al usri yusran” dan sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Janji yang tak pernah mungkin dipungkiri oleh Allah. Karena itu aku tak boleh mempersulit diri.

4. NILAI
Nasib baik atau buruk dalam pandanganku mutlak terjadi atas izin Allah dan Allah tak mungkin berbuat sesuatu yang sia-sia.


Ini pasti ada hikmah. Sepahit apapun pasti ada kebaikan yang terkandung di dalamnya bila disikapi dengan sabar dan benar.

Lebih baik aku renungkan kenapa Allah menakdirkan semua ini menimpaku. Bisa jadi sebagai peringatan atas dosa-dosaku, kelalaianku, atau mungkin saat kenaikan kedudukanku di sisi Allah.

Aku mungkin harus berfikir keras untuk menemukan kesalahan yang harus kuperbaiki.

Itibar dari setiap kejadian adalah cermin pribadiku. Aku tak boleh gentar dengan kekurangan dan kesalahan yang terjadi. Yang penting kini aku bertekad sekuat tenaga untuk memperbaikinya. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.


5. AHAD
Aku harus yakin bahwa walaupun bergabung seluruh manusia dan jin untuk menolongku tak mungkin terjadi apapun tanpa izin-Nya.

Hatiku harus bulat total dan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya yang dapat menolong memberi jalan keluar terbaik dari setiap urusan.

Allah Mahakuasa atas segala-galanya karena itu tiada yang mustahil bila Dia menghendaki. Dialah pemilik dan penguasa segala sesuatu, sehingga tiada yang sanggup menghalangi jika Dia berkehendak menolong hamba-hamba-Nya. Dialah yang mengatur segala sebab datangnya pertolongan-Nya.


Dengan demikian maka aku harus benar-benar berjuang, berikhtiar mendekati-Nya dengan mengamalkan apapun yang disukainya dan melepaskan hati ini dari ketergantungan selain-Nya, karena selain Dia hanyalah sekedar mahluk yang tak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya.


"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya akan diberi jalan keluar dari setiap urusannya dan diberi rizki dari arah yang tak diduga, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya." (QS [65] : 2-3)

Ilmu Pembersih Hati


Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii. dengan do'a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat.

Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.


Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."


Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] : 109).

Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!


Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.

Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.


Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.


Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.


Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.

Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.


Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.


Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.

Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?


Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya.

SANG SUFI




Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.


Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?""Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil," jawab sang sufi yang tidak terkenal itu. "Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah."


Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, "Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?"


Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.


Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, "Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja." 

SHOLAT DAN SEDEKAH





“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.(QS.Ibrahim : 31)”

Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimin agar mereka mengerjakan perbuatan - prbuatan yg menghasilkan pahala,yg dapat membahagiakan manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi.Perbuatan - perbuatan itu ialah :
1.       Mendirikan Sholat.
2.       Menafkahkan sebagian harta yg telah di anugerahkan Allah SWT.
Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimin mendirikan sholat,karena sholat itu tiang agama,sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

“ Sholat itu adalah tiang agama,barang siapa yg  mendirikannya,maka sesungguhnya ia telah mendirikan agama dan barang siapa yg meninggalkannya,maka sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama.(HR.Baihaqi dari Umur bin Khattab)”

Seorang yg taat dan selalu mendirikan sholat adalah orang yg suci jasmani dan rohaninya.krn sholat itu mencegah orang yg mengerjakannya melakukan perbuatan keji dan perbuatan yg terlarang,sebagaimana firman Allah SWT.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Ankabuut : 45)”

“(14) Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), (15 ) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.(QS.Al- A’laa : 14-15)”

Perbuatan hamba yg pertama kali dihisab Allah di hari kiamat ialah sholat.Jika baik sholat seorang hamba,maka baiklah seluruh perbuatannya.sebaliknya jika buruk sholat atau mengerjakannya,maka buruk dan rusak pulalah seluruh pahala amalnya yg lain.Rasulullah SAW.bersabda :

“perbuatan hamba yg pertama kali di hisab Allah pada hari kiamat ialah sholat.Maka jika baik amalan sholat itu,baik pulalah seluruh amalnya, dan jika rusak amalan sholat itu.rusak pulalah seluruh amalnya.(HR. Thabrani)”

Bahkan Allah SWT menegaskan,bahwa orang yg selalu mengerjakan sholat itu adalah orang yg menjadi pewaris syurga firdaus di akhirat nanti,sebagaimana firman – Nya :

“(9) dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. (11) (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.(QS. Al – Mu minuun : 9 – 11)”

Mendirikan Sholat berarti mengerjakan sholat terus menerus,sesuai dg waktu yg telah ditentukan agama,disertai dg khusyu dan ikhlas.
Allah SWT memerintahkan kepada orang - orang yg beriman menafkahkan sebagian harta yg telah dikaruniakan Allah kepada mereka,sebelum datang hari kiamat,yaitu hari yg pada hari itu semua pintu taubat telah ditutup,tidak satu dosapun yg dapat ditebus,walaupun ditebus dg emas sepenuh bumi ini,tidak ada lagi seorang teman karibpun yg dapat menolong dan tidak seorangpun yg dapat menyelamatkan dan memberikan bantuan termasuk anak - anak dan cucu - cucu.Allah SWT berfirman :

“Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat berlindungmu. Dan dia adalah sejahat-jahat tempat kembali.(QS. Al- Hadid : 15)”

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at.Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.(QS. Al – Baqarah : 254)”

Orang - orang yg terlepas dari adzab pada hari kiamat itu hanyalah orang - orang yg selama hidup didunia mengerjakan amal - amal saleh,suka bersedekah,sehingga hatinya suci dan bersih serta rela terhadap apa yg diberikan Allah kepadanya nanti.Allah SWT. Berfirman :

“(88) (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. (89)  kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.(QS. Asy-Syu’araa : 88 – 89)”

Suka menafkahkan harta merupakan percerminan dari pribadi muslim yg sesungguhnya,sebagai seorang yg telah menyerahkan diri,harta dan kehidupan kepada agama,semata - mata untuk mencari keridhoan Allah SWT. Dan merupakan perwujudan dari rasa syukur kepada Allah yg telah melimpahkan nikmat-nya yg tidak terhingga banyaknya,yg timbul dari hati sanubarinya.
Sebaliknya sifat tidak suka menafkahkan sebagian harta yg telah di anugerahkan Allah,adalah pencerminan pribadi orang - orang kafir,yg ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya serta pencerminan dari rasa ingkar terhadap nikmat Allah,karena mereka merasa bahwa segala yg mereka peroleh itu semata - mata karena hasil jerih payahnya sendiri,bukan kurnia Allah.Dengan sikap yg demikian berarti mereka telah zalim terhadap dirinya sendiri.Zalim terhadap dirinya sendiri ialah karena tidak lagi mendapat tambahan nikmat dari Allah,bahkan mereka ditimpa azab yg pedih didunia dan di akhirat.
Hendaklah kaum muslimin ingat,bahwa harta itu pada hakikatnya adalah milik Allah.di anugerahkannya kepada manusia agar mereka dapat melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah selama mereka hidup didunia.karena itu jika seseorang telah memperoleh harta dan telah melebihi keperluannya,hendaklah dinafkahkan – Nya kepada yg berhak menerimanya…

Barakallahulakuma wa Baraka a’laikuma wa ja ma’abainakuma fi khair..

17 macam dosa besar yg terletak pada badan kita





"katakanlah : Hai hamba - hambaKu  yg melampaui batas terhadap diri meraka sendiri,janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa - dosa semuanya.sesungguhnya Dia_lah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang". ( QS.Az Zumar :53 )


Empat  macam terletak dalam hati,yaitu :
  1. Menyekutukan sesuatu dg Allah Ta'ala.
  2. Terus mengekalkan perbuatan ma'siat/kemungkaran.
  3. Putus asa dari rahmat Allah.Swt.
  4. Merasa aman dari rencana siksa Allah Ta'ala.
Empat macam terletak lagi terletak di lisan/lidah,yaitu :
  1. Penyaksian dusta dan bathil.
  2. Menuduh seorang yg Muhshan ( tidak berzina ) di tuduh berzina.
  3. Melakukan perbuatan sihir.
  4. Sumpah palsu yakni sumpah yg berupa membenarkan sesuatu yg sebenarnya bahtil & menyalahkan sesuatu yang sebenarnya haq.
Tiga macam terletak dalam perut,yaitu :
  1. Minum - minuman keras ( yang memabukkan ).
  2. Makan harta anak yatim secara penganiayaan.
  3. Makan harta riba,sedangkan ia sendiri mengetahuinya.
Dua macam terletak pada kemaluan,yaitu :
  1. Zina ( bersetubuh antar lelaki  perempuan tanpa pernikahan ).
  2. Liwath ( bersetubuh antara dua jenis kelamin yg sama ).
Dua macam dalam kedua tangan,yaitu :
  1. Membunuh yang tanpa haq menurut syari'at islam.
  2. Mencuri atau pun korupsi (mencuri uang rakyat/negara ).
Satu macam pada kedua kaki,yaitu :
  1. Melarikan diri dari medan perang,yaitu jika seorang muslim menghadapi dua orang kafir,atau sepuluh orang muslim menghadapi dua puluh orang kafir.
Satu macam lagi terletak diselruh badan,yaitu :
  1. Berani/durhaka terhadap kedua orang tua & orang-orang tua  yang mengajarkan kita.